SYAFANA NEWS – Masa peralihan seseorang dari anak-anak menjadi dewasa, merupakan masa-masa penting dalam kehidupan. Pada masa ini, seorang anak, pria dan wanita akan menghadapi gejolak dalam dirinya.
Perubahan yang terjadi pada anak-anak ini, rupanya terkait dengan pola asuh orangtua. Hal inilah yang diungkap Ustadz Bendri Jaisyurrahman, dalam kajian parenting yang digelar MT Wardatul Jannah Syafana Islamic School, di Masjid Syafana Al Iman BSD.
Dalam paparannya, dikatakan bahwa ada istilah utang pengasuhan pada anak. Utang pengasuhan adalah kondisi pada anak yang kurang mendapat perhatian dari orangtua, baik dari ayah maupun bundanya.
“Utang pengasuhan terjadi karena kita tidak memberikan hak anak di masa kecil, maka anak akan menagih dengan prilaku yang menyebalkan,” katanya, Kamis (10/10/2024).
Pola asuh yang baik adalah berasal dari kedua orangtua, bukan hanya dari salah satunya saja. Peran ayah sebagai penegak aturan sedangkan tugas bunda memberikan rasa nyaman, tidak boleh tertukar. Fenomena fatherless atau anak kurang mendapat kasih sayang dari ayah, akan berdampak pada psikologis anak.
“Anak laki-laki yang tidak punya figur ayah, tidak bisa menunjukkan kemampuan laki-lakinya. Jadi, anak gak tahu cara menjadi laki-laki, karena gak ada contoh,” ujarnya.
“Jadi ini akumulasi, fakta bahwa ayah tidak terlibat dalam pendidikan anak,” lanjutnya.
Dia mencontohkan, ketika anak menghadapi masalah dan dia menangis, pada masa itu, seorang anak sangat membutuhkan perhatian kedua orangtuanya.
“Kesalahan orang tua jaman sekarang ialah sulit melakukan reconection pada anak, sehingga menimbulkan luka pada anak. Sayangnya, anak malah ngadunya ke medsos, dan temannya,” ungkapnya.
Salah satu contoh reconection paling baik pada anak adalah pelukan dari orangtua.
“Cinta ayah adalah pagar terbaik bagi anak, laki-laki dan perempuan,” sambungnya.
Yang mengejutkan, pola asuh tersebut juga berdampak pada menyimpangnya perilaku seksual anak. Kondisi ini diperburuk dengan pengaruh medsos sejak dini pada anak.
Dijelaskan, jika anak laki-laki menjadi LGBT, maka pada anak perempuan banyak kehilangan keperawanan pada usia 16 tahun.
“Maka inilah yang hari ini terjadi. Lantas, apa yang harus dilakukan? Perbaiki pola asuh anak. Perbanyak berdoa,” ungkapnya.
Jangan pernah bosan mendo’akan anak kita, doa itu ibarat mengayuh sepeda, semakin banyak seseorang mengayuh sepeda, semakin cepat dia sampai tujuan.
“Doa itu ibarat kayuhan sepeda, harapan kita terhadap anak ibarat jarak tempuhnya. Makanya, jika doa kita mau terkabul harus sering-sering mengayuh,” pungkasnya.
Write a Comment